Senin, 19 Agustus 2013

SAATNYA PEKERJA SOSIAL INDUSTRI BERKIPRAH

Dewasa ini konsep Corporate Social Responsibility (tanggung jawab sosial perusahaan) mulai marak dibicarakan dan dilirik dunia industri di tanah air ini. Beberapa perusahaan telah mempraktikkan Corporate Social Responsibility (CSR), seperti PT Inco , PT Freeport Indonesia, PT Berau Coal, PT Pertamina, PT Riau Andalan and Paper Indonesia, Nestle, Unilever, Coca Cola, dan Indocement. Mereka mulai memperhatikan kebutuhan dan kepentingan masyarakat sekitarnya melalui program Community Development (CD).

Penerapan CSR di Indonesia semakin meningkat, baik dalam kuantitas maupun kualitas. Selain keragaman kegiatan dan pengelolaannya semakin bervariasi, dilihat dari kontribusi finansial, jumlahnya semakin besar. Penelitian RIRAC pada tahun 2001 menunjukkan bahwa dana CSR di Indonesia mencapai lebih dari 115 miliar rupiah dari 180 perusahaan yang dibelanjakan untuk 279 kegiatan sosial.
Kehadiran konsep CSR ini menimbulkan pro kontra di kalangan pebisnis maupun akadmisi. Kelompok yang menolak secara teoritis mengajukan argumen bahwa perusahaan adalah organisasi pencari laba dan bukan person atau organisasi sosial. Tanggung jawab perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat telah dialihtugaskan kepada pemerintah, karena perusahaan telah membayar pajak kepada negara. Dari sisi finansial, perusahaan menganggap CSR akan menjadi beban perusahaan, menghambat efisiensi dan efektivitas perusahaan.

Perkembangan CSR ke Depan
Dalam perkembangan ke depan, penulis memandang bahwa CSR akan mendapat ”tempat penting” dalam suatu perusahaan. Hal ini setidaknya karena beberapa alasan berikut :

1.  Meningkatnya kesadaran perusahaan
Perusahaan-perusahaan mulai menyadari bahwa mereka tidak hanya memikirkan keuntungan finansial semata-mata, tetapi harus memiliki kepekaan dan kepedulian terhadap publik, khususnya masyarakat yang tinggal di sekitar perusahaan.
Banyaknya demonstrasi masyarakat terhadap perusahaan atau konflik-konflik antara masyarakat sekitar dengan perusahaan merupakan representasi bahwa sebuah perusahaan mempunyai tanggung jawab sosial terhadap masyarakat di sekitarnya. Fenomena ini mulai menggeliti kesadaran perusahaan, mereka harus benar-benar mempertimbang-kan dan memperhatikan berbagai dampak terhadap masyarakat dalam menjalankan perusahaannya. 
Sebagaimana dinyatakan Archie B. Carrol, suatu perusahaan tidak hanya memiliki tanggung jawab ekonomis, yaitu untuk menghasilkan profit demi kelansungan perusahaan, melainkan pula tanggung jawab legal, etis, dan filantrofis, yakni perusahaan dituntut memberikan kontribusi yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. Pada bagian lain Archie mengemukakan bahwa orientasi industri tidak hanya kepada profit (keuntungan) semata, tetapi juga kepada people (kesejahteraan rakyat), dan planet (kelestarian lingkungan).
Kecenderungan belakangan ini menunjukkan semakin banyak perusahaan yang menyadari pentingnya CSR. Hal ini dapat terlihat dari data jumlah perusahaan yang menerapkan CSR terus meningkat.

2.  Nilai manfaat CSR
Anggapan bahwa CSR hanyalah akan membuang-buang anggaran saja, adalah tidak benar. Manfaat CSR dibuktikan oleh Infosys Technology Ltd., sebuah perusahaan teknologi informasi terkemuka India. Perusahaan ini dapat membukukan nilai penjualan tahunan dari  250 dollar AS menjadi 1,8 miliar dollar AS hanya dalam jangka waktu 25 tahun, karena secara sadar merasa bertanggung jawab dan membantu apa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang ada di sekitar perusahaan.
Menurut Gurvy Kavei – pakar manajemen Universitas Manchester – ada lima keuntungan mempraktikkan CSR (Nugraha dkk, 2005) :
a. profitabilitas dan kinerja finansial yang lebih kokoh, misalnya melalui efisiensi lingkungan;
b. meningkatkan akuntabilitas dan asesmen dari komunitas investasi;
c.  mendorong komitmen karyawan karena mereka diperhatikan dan dihargai;
d.  menurunkan kerentanan gejolak dengan komunitas;
e.  mempertinggi reputasi dan corporate branding.
Senada dengan Kavei, hasil riset SWA tahun 2005 tentang manfaat pelaksanaan program CSR bagi perusahaan adalah:

Memelihara dan meningkatkan citra perusahaan
37,38 %
Hubungan yang baik dengan masyarakat
16,82 %
Mendukung operasional perusahaan
10,28 %
Sarana aktualisasi perusahaan dan karyawannya
8,88 %
Memperoleh bahan baku dan alat-alat untuk produksi perusahaan
7,48 %
Mengurangi gangguan masyarakat pada operasional perusahaan
5,61 %
Lainnya
13,55 %

Data di atas menunjukkan bahwa secara tidak langsung CSR menjadi promosi dan dapat membentuk solidarity brand yaitu merek yang mampu merangsang simpati dan empati seseorang. Tepatlah seperti yang dinyatakan Milton Friedmen, bahwa CSR tiada lain dan harus merupakan usaha untuk mencari laba itu sendiri.


3.  Dukungan dan ajakkan dari berbagai pihak
Dukungan dan ajakkan penerapan CSR terus disuarakan oleh berbagai pihak, baik oleh pemerintah, kalangan akademis, praktisi bisnis dan masyarakat. Sebagaimana pernah dilakukan Depsos berupaya mengajak perusahaan-perusahaan besar di Indonesia untuk melakukan investasi sosial melalui pemberdayaan masyarakat. Dari kalangan akademis, berbagai penelitian, tulisan, dan forum-forum ilmiah membahas konsep CSR.
Dari kalangan praktisi bisnis, seperti dukungan yang dilakukan Metro TV. Pada Bulan November 2007 memberikan penghargaan ”Metro TV MDG’s AWARDS 2007” kepada 7 Perusahaan dan 1 Pemko terbaik atas keberhasilannya dalam program CSR. Diantaranya, Di PT Astra Internasional, PT Pertamina, BNI, PT Unilever, PT Kaltim Prima Colt, Sari Husada, dan Pemko Bontang. Penilaian tersebut berdasarkan beberapa kategori, diantaranya Pengentasan kemiskinan, pendidikan dasar untuk semua, pengurangan angka kematian balita, peningkatan kesehatan ibu, perlawanan terhadap HIV/Aids, kelestarian lingkungan hidup, dan kategori kesetaraan gender.
Jaya Suprana – praktisi bisnis – memberi rekomendasi terhadap  CSR : Para penganut faham maksimalisasi profit tidak perlu gelisah, karena tanggung jawab sosial merupakan sumber long-run profit yang sangat subur. Perusahaan yang berhasil menjabarkan rasa tanggung jawab sosial terhadap lingkungannya, akan memperoleh citra positif yang ampuh untuk memikat simpati masyarakat. Rasa simpati merupakan salah satu elemen dasar untuk memperakrab hubungan konsumen-produsen. Potensi daya gelitik simpati terhadap gairah beli kepada produsen yang memperoleh simpati sungguh tidak kecil.
Kalangan masyarakat pun mulai memahami dan menyadari pentingnya CSR. Selain mendukung, juga menuntut perusahaan untuk menerapkan CSR. Masyarakat memberikan dukungan dan apresiasi bagi perusahaan yang memprak-tikkan CSR, sebaliknya, menuntut perusahaan yang tidak memiliki rasa tanggung jawab sosial. Hal ini terlihat dari banyaknya demonstrasi dan konflik-konflik antara masyarakat sekitar dengan perusahaan, yang terutama dipicu oleh kasus perusahaan-perusahaan besar, yang beroperasi di wilayah masyarakat tertentu memunculkan masalah sosial, seperti polusi (air, udara, suara), kesenjangan sosial ekonomi yang tajam antara ”masyarakat” perusahaan dengan penduduk lokal, dan kemiskinan struktural masyarakat setempat karena eksploitasi dan perusakan lingkungan yang dilakukan perusahaan.

Momentum bagi Pekerja Sosial Industri

CSR = CD = PSI = Peluang
Munculnya CSR di Indonesia dewasa ini menjadi momentum bagi Pekerja Sosial Industri (PSI) untuk menunjukkan eksistensinya dan berkiprah di dunia industri. Dalam dunia industri, istilah Community Development (CD) seringkali digunakan sebagai salah satu pendekatan dan strategi dalam Corporate Social Responsibility (CSR),  bahkan  istilah CD ini identik dengan CSR itu sendiri.
Ini berarti suatu peluang bagi pekerjaan sosial untuk berkiprah, dimana CD merupakan salah satu metode utama domain pekerjaan sosial. Sebuah pernyataan menarik, (Netting, Kettner, dan McMurtry, dalam Suharto, 2007), Community Development merupakan salah satu metode atau pendekatan inti yang menunjukkan keunikan pekerjaan sosial dan membedakan profesi ini dengan profesi kemanusiaan lainnya. Banyak disiplin yang mengklaim memiliki keahlian dalam bekerja dengan individu, keluarga, dan kelompok. Namun hanya sedikit profesi yang memfokuskan pada keberfungsian klien dalam konteks organisasi, masyarakat, dan kebijakan, salah satunya adalah pekerjaan sosial.
Dengan demikian PSI harus mampu menunjukkan bahwa dirinya adalah expert dalam CD atau CSR, baik dari segi teori maupun praktik. Ini menjadi saat yang tepat untuk memasuki dunia industri. Namun tidak berarti hanya dengan kompetensi itu sebagai modal PSI berkiprah di dunia industri yang demikian kompleks. Seperangkat pengetahuan yang terpadu dengan kebutuhan dunia kerja, perlu dimiliki oleh seorang PSI.
Sebagai gambaran. Hasil survey nasional di AS yang dilakukan pada  39 sekolah pekerjaan sosial yang menyelenggarakan pelatihan-pelatihan PSI mengidikasikan bahwa 30 % dari PSI bekerja di organisasi-organisasi swasta, 23 % di kontraktor-kontraktor yang menyediakan pelayanan sosial bagi perusahaan-perusahaan besar, 17 % di lembaga-lembaga pemerintahan negara bagian dan lokal, 15 % di serikat buruh, dan 15 % di lembaga pemerintah federal. (Maiden dan Hardcastle, dalam Suharto, 2007). Seperti dinyatakan Googins (Suharto, 2007) bahwa para pekerja sosial memegang posisi-posisi pimpinanan dan menjadi kelompok profesional terdepan di asosiasi-asosiasi dunia kerja, seperti ALMACA (the Association of labor-Management Administrators and counsultants on Alcholism), EASNA (Employee Assistance Society of North America), dan IAISW (International Association of Industrial Social Worker).

Bentuk dan Model Pelayanan
PSI menggunakan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai pekerjaan sosial dalam memberikan pelayanan, program dan kebijakan bagi pegawai dan keluarganya, manajemen perusahaan, serikat-serikat buruh dan bahkan masyaaarakat yang ada di sekitar perusahaan. Diantara berbagai kegiatan PSI antara lain  program bantuan pegawai, promosi kesehatan, manajemen perawatan kesehatan, tindakan affirmatif (pembelaan), penitipan anak, perawatan lanjut usia, pengembangan SDM, pengembangan organisasi, pelatihan dan pengembangan karier, konseling bagi penganggur atau yang terkena PHK, tanggung jawab sosial perusahaan, tunjangan-tunjangan pegawai, keamaanan dan keselamatan kerja, pengembangan jabatan, perencanaan sebelum dan sesudah pensiun, serta bantua pemindahan posisi kerja.
Demikian luasnya bentuk pelayanan PSI, namun secara garis besar PSI mencakup pelayanan sosial yang bersifat internal dan eksternal. Secara internal, PSI melibatkan program bantuan bagi pegawai, seperti pelayanan konseling, terapi kelompok, dan pengembangan SDM. Secara eksternal, PSI berwujud dalam bentuk program CSR termasuk didalamnya strategi dan program pengembangan masyarakat (CD), pengembangan kebijakan sosial dan advokasi sosial.
Sementara model pelayanan yang dikembangkan, yaitu :
1.    Model pelayanan sosial bagi pegawai (the employee service model);
2.    Model pelayanan sosial bagi majikan atau organisasi perusahaan (the employer-work organization service model).
3.    Model pelayanan sosial bagi konsumen (the consumer service model);
4.    Model Tanggung jawab sosial perusahaan (the corporate social responsibility model);
5.    Model kebijakan publik di bidang kepegawaian (work related public policy model).
Meskipun kelima model tersebut memiliki komponen-komponen tersendiri, dalam realitanya seorang PSI dapat berkiprah di lebih dari satu model dan menjalankan kombinasi peranan didalamnya. Untuk lebih jelas tugas dan model pelayanan PSI dapat digambarkan sebagai berikut :


 Penutup
Kehadiran CSR telah dapat diterima secara luas, meskipun masih ada penolakan dari sebagian pebisnis dan akademisi. Dalam perkembangan ke depan, CSR akan mendapat ”tempat penting” dalam suatu perusahaan. Akan semakin banyak perusahaan-perusahaan yang secara sadar menerapkan CSR.
Munculnya CSR ini menjadi momentum berharga bagi PSI untuk memasuki dunia industri, menunjukkan eksistensinya dan berkiprah lebih luas di arena industri modern.  PSI tidak hanya sebagai ahlinya dalam teori dan praktik CD atau CSR, akan tetapi lebih dari itu, PSI dapat berbuat banyak bagi keuntungan suatu perusahaan.
Tentunya pembahasan PSI ini tidak lengkap sampai di sini, ada beberapa pertanyaan yang perlu dibahas. Bagaimana strategi pekerja sosial memasuki dunia industri ? Apakah pekerja sosial hasil produksi perguruan tinggi kita telah memiliki kompetensi yang dibutuhkan dunia industri ? Bagaimana sesungguhnya profil PSI di Indonesia, karena sebagian besar peranan dan tugas-tugasnya di perusahaan telah ditangani oleh profesi lain ?. Semoga pada edisi selanjutnya kita dapat mendiskusikan pertanyaan-pertanyaan tersebut.


DAFTAR PUSTAKA
Nugraha, Beni Setia, dkk (editor). 2005. Investasi Sosial. Jakarta : Pusat Penyuluhan Sosial Departemen Sosial RI.
Suharto, Edi. 2007. Pekerjaan Sosial di Dunia Industri : Memperkuat Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Bandung : Refika Aditama.

1 komentar:

  1. Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
    Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
    Yang Ada :
    TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
    Sekedar Nonton Bola ,
    Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
    Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
    Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
    Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
    Website Online 24Jam/Setiap Hariny

    BalasHapus