Dewasa ini konsep Corporate Social Responsibility (tanggung
jawab sosial perusahaan) mulai marak dibicarakan dan dilirik dunia industri di
tanah air ini. Beberapa perusahaan telah mempraktikkan Corporate Social
Responsibility (CSR), seperti PT Inco , PT Freeport Indonesia, PT
Berau Coal, PT Pertamina, PT Riau Andalan and Paper Indonesia, Nestle,
Unilever, Coca Cola, dan Indocement. Mereka mulai memperhatikan kebutuhan dan
kepentingan masyarakat sekitarnya melalui program Community Development (CD).
Penerapan CSR di
Indonesia semakin meningkat, baik dalam kuantitas maupun kualitas. Selain
keragaman kegiatan dan pengelolaannya semakin bervariasi, dilihat dari
kontribusi finansial, jumlahnya semakin besar. Penelitian RIRAC pada tahun 2001
menunjukkan bahwa dana CSR di Indonesia mencapai lebih dari 115 miliar rupiah
dari 180 perusahaan yang dibelanjakan untuk 279 kegiatan sosial.
Kehadiran konsep CSR ini menimbulkan pro kontra di kalangan pebisnis maupun
akadmisi. Kelompok yang menolak secara teoritis mengajukan argumen bahwa
perusahaan adalah organisasi pencari laba dan bukan person atau organisasi
sosial. Tanggung jawab perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat telah
dialihtugaskan kepada pemerintah, karena perusahaan telah membayar pajak kepada
negara. Dari sisi finansial, perusahaan menganggap CSR akan menjadi beban
perusahaan, menghambat efisiensi dan efektivitas perusahaan.
Perkembangan CSR ke Depan
Dalam perkembangan ke depan, penulis memandang bahwa CSR akan mendapat
”tempat penting” dalam suatu perusahaan. Hal ini setidaknya karena beberapa
alasan berikut :
1. Meningkatnya kesadaran perusahaan
Perusahaan-perusahaan mulai menyadari bahwa mereka tidak
hanya memikirkan keuntungan finansial semata-mata, tetapi harus memiliki
kepekaan dan kepedulian terhadap publik, khususnya masyarakat yang tinggal di
sekitar perusahaan.
Banyaknya demonstrasi masyarakat terhadap perusahaan atau
konflik-konflik antara masyarakat sekitar dengan perusahaan merupakan
representasi bahwa sebuah perusahaan mempunyai tanggung jawab sosial terhadap
masyarakat di sekitarnya. Fenomena ini mulai menggeliti kesadaran perusahaan,
mereka harus benar-benar mempertimbang-kan dan memperhatikan berbagai dampak
terhadap masyarakat dalam menjalankan perusahaannya.
Sebagaimana dinyatakan Archie B. Carrol, suatu perusahaan
tidak hanya memiliki tanggung jawab ekonomis, yaitu untuk menghasilkan profit
demi kelansungan perusahaan, melainkan pula tanggung jawab legal, etis, dan filantrofis,
yakni perusahaan dituntut memberikan kontribusi yang dapat dirasakan langsung
oleh masyarakat. Pada bagian lain Archie mengemukakan bahwa orientasi industri
tidak hanya kepada profit (keuntungan) semata, tetapi juga kepada people
(kesejahteraan rakyat), dan planet (kelestarian lingkungan).
Kecenderungan belakangan ini menunjukkan semakin banyak
perusahaan yang menyadari pentingnya CSR. Hal ini dapat terlihat dari data
jumlah perusahaan yang menerapkan CSR terus meningkat.
2. Nilai
manfaat CSR
Anggapan bahwa CSR hanyalah akan membuang-buang anggaran
saja, adalah tidak benar. Manfaat CSR dibuktikan oleh Infosys Technology Ltd.,
sebuah perusahaan teknologi informasi terkemuka India. Perusahaan ini dapat
membukukan nilai penjualan tahunan dari
250 dollar AS menjadi 1,8 miliar dollar AS hanya dalam jangka waktu 25
tahun, karena secara sadar merasa bertanggung jawab dan membantu apa yang
dibutuhkan oleh masyarakat yang ada di sekitar perusahaan.
Menurut Gurvy Kavei – pakar manajemen Universitas Manchester
– ada lima keuntungan mempraktikkan CSR (Nugraha dkk, 2005) :
a. profitabilitas
dan kinerja finansial yang lebih kokoh, misalnya melalui efisiensi lingkungan;
b. meningkatkan
akuntabilitas dan asesmen dari komunitas investasi;
c. mendorong
komitmen karyawan karena mereka diperhatikan dan dihargai;
d. menurunkan
kerentanan gejolak dengan komunitas;
e. mempertinggi reputasi dan corporate
branding.
Senada dengan Kavei, hasil riset SWA tahun 2005 tentang
manfaat pelaksanaan program CSR bagi perusahaan adalah:
Memelihara dan
meningkatkan citra perusahaan
|
37,38 %
|
Hubungan yang baik
dengan masyarakat
|
16,82 %
|
Mendukung operasional perusahaan
|
10,28 %
|
Sarana aktualisasi
perusahaan dan karyawannya
|
8,88 %
|
Memperoleh bahan baku
dan alat-alat untuk produksi perusahaan
|
7,48 %
|
Mengurangi gangguan masyarakat pada
operasional perusahaan
|
5,61 %
|
Lainnya
|
13,55 %
|
Data di atas
menunjukkan bahwa secara tidak langsung CSR menjadi promosi dan dapat membentuk
solidarity brand yaitu merek yang mampu merangsang simpati dan empati
seseorang. Tepatlah seperti yang dinyatakan Milton Friedmen, bahwa CSR
tiada lain dan harus merupakan usaha untuk mencari laba itu sendiri.
3. Dukungan dan ajakkan dari berbagai
pihak
Dukungan dan ajakkan penerapan CSR terus disuarakan oleh
berbagai pihak, baik oleh pemerintah, kalangan akademis, praktisi bisnis dan
masyarakat. Sebagaimana pernah dilakukan Depsos berupaya mengajak
perusahaan-perusahaan besar di Indonesia untuk melakukan investasi sosial
melalui pemberdayaan masyarakat. Dari kalangan akademis, berbagai penelitian,
tulisan, dan forum-forum ilmiah membahas konsep CSR.
Dari kalangan praktisi bisnis,
seperti dukungan yang dilakukan Metro TV. Pada Bulan November 2007 memberikan
penghargaan ”Metro TV MDG’s AWARDS 2007” kepada 7 Perusahaan dan 1 Pemko
terbaik atas keberhasilannya dalam program CSR. Diantaranya, Di PT Astra
Internasional, PT Pertamina, BNI, PT Unilever, PT Kaltim Prima Colt, Sari
Husada, dan Pemko Bontang. Penilaian tersebut berdasarkan beberapa kategori,
diantaranya Pengentasan kemiskinan, pendidikan dasar untuk semua, pengurangan
angka kematian balita, peningkatan kesehatan ibu, perlawanan terhadap HIV/Aids,
kelestarian lingkungan hidup, dan kategori kesetaraan gender.
Jaya Suprana – praktisi bisnis – memberi rekomendasi
terhadap CSR : Para penganut faham
maksimalisasi profit tidak perlu gelisah, karena tanggung jawab sosial
merupakan sumber long-run profit yang sangat subur. Perusahaan yang berhasil
menjabarkan rasa tanggung jawab sosial terhadap lingkungannya, akan memperoleh
citra positif yang ampuh untuk memikat simpati masyarakat. Rasa simpati
merupakan salah satu elemen dasar untuk memperakrab hubungan konsumen-produsen.
Potensi daya gelitik simpati terhadap gairah beli kepada produsen yang
memperoleh simpati sungguh tidak kecil.
Kalangan masyarakat pun mulai
memahami dan menyadari pentingnya CSR. Selain mendukung, juga menuntut
perusahaan untuk menerapkan CSR. Masyarakat memberikan dukungan dan apresiasi
bagi perusahaan yang memprak-tikkan CSR, sebaliknya, menuntut perusahaan yang
tidak memiliki rasa tanggung jawab sosial. Hal ini terlihat dari banyaknya
demonstrasi dan konflik-konflik antara masyarakat sekitar dengan perusahaan,
yang terutama dipicu oleh kasus perusahaan-perusahaan besar, yang beroperasi di
wilayah masyarakat tertentu memunculkan masalah sosial, seperti polusi (air,
udara, suara), kesenjangan sosial ekonomi yang tajam antara ”masyarakat”
perusahaan dengan penduduk lokal, dan kemiskinan struktural masyarakat setempat
karena eksploitasi dan perusakan lingkungan yang dilakukan perusahaan.
Momentum bagi Pekerja Sosial Industri
CSR = CD = PSI = Peluang
Munculnya CSR di Indonesia dewasa ini menjadi momentum bagi Pekerja Sosial
Industri (PSI) untuk menunjukkan eksistensinya dan berkiprah di dunia industri.
Dalam dunia industri, istilah Community Development (CD) seringkali
digunakan sebagai salah satu pendekatan dan strategi dalam Corporate Social
Responsibility (CSR), bahkan istilah CD ini identik dengan CSR itu
sendiri.
Ini berarti suatu peluang bagi pekerjaan sosial untuk berkiprah, dimana CD
merupakan salah satu metode utama domain pekerjaan sosial. Sebuah pernyataan
menarik, (Netting, Kettner, dan McMurtry, dalam Suharto, 2007), Community
Development merupakan salah satu metode atau pendekatan inti yang menunjukkan
keunikan pekerjaan sosial dan membedakan profesi ini dengan profesi kemanusiaan
lainnya. Banyak disiplin yang mengklaim memiliki keahlian dalam bekerja dengan
individu, keluarga, dan kelompok. Namun hanya sedikit profesi yang memfokuskan
pada keberfungsian klien dalam konteks organisasi, masyarakat, dan kebijakan,
salah satunya adalah pekerjaan sosial.
Dengan demikian PSI harus mampu menunjukkan bahwa dirinya adalah expert
dalam CD atau CSR, baik dari segi teori maupun praktik. Ini menjadi saat yang
tepat untuk memasuki dunia industri. Namun tidak berarti hanya dengan
kompetensi itu sebagai modal PSI berkiprah di dunia industri yang demikian
kompleks. Seperangkat pengetahuan yang terpadu dengan kebutuhan dunia kerja,
perlu dimiliki oleh seorang PSI.
Sebagai gambaran. Hasil survey nasional di AS yang dilakukan pada 39 sekolah pekerjaan sosial yang
menyelenggarakan pelatihan-pelatihan PSI mengidikasikan bahwa 30 % dari PSI
bekerja di organisasi-organisasi swasta, 23 % di kontraktor-kontraktor yang
menyediakan pelayanan sosial bagi perusahaan-perusahaan besar, 17 % di
lembaga-lembaga pemerintahan negara bagian dan lokal, 15 % di serikat buruh,
dan 15 % di lembaga pemerintah federal. (Maiden dan Hardcastle, dalam Suharto,
2007). Seperti dinyatakan Googins (Suharto, 2007) bahwa para pekerja sosial
memegang posisi-posisi pimpinanan dan menjadi kelompok profesional terdepan di
asosiasi-asosiasi dunia kerja, seperti ALMACA (the Association of
labor-Management Administrators and counsultants on Alcholism), EASNA (Employee
Assistance Society of North America), dan IAISW (International Association of Industrial
Social Worker).
Bentuk dan Model Pelayanan
PSI menggunakan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai pekerjaan sosial
dalam memberikan pelayanan, program dan kebijakan bagi pegawai dan keluarganya,
manajemen perusahaan, serikat-serikat buruh dan bahkan masyaaarakat yang ada di
sekitar perusahaan. Diantara berbagai kegiatan PSI antara lain program bantuan pegawai, promosi kesehatan,
manajemen perawatan kesehatan, tindakan affirmatif (pembelaan), penitipan anak,
perawatan lanjut usia, pengembangan SDM, pengembangan organisasi, pelatihan dan
pengembangan karier, konseling bagi penganggur atau yang terkena PHK, tanggung
jawab sosial perusahaan, tunjangan-tunjangan pegawai, keamaanan dan keselamatan
kerja, pengembangan jabatan, perencanaan sebelum dan sesudah pensiun, serta
bantua pemindahan posisi kerja.
Demikian luasnya bentuk pelayanan PSI, namun secara garis besar PSI
mencakup pelayanan sosial yang bersifat internal dan eksternal. Secara
internal, PSI melibatkan program bantuan bagi pegawai, seperti pelayanan
konseling, terapi kelompok, dan pengembangan SDM. Secara eksternal, PSI
berwujud dalam bentuk program CSR termasuk didalamnya strategi dan program
pengembangan masyarakat (CD), pengembangan kebijakan sosial dan advokasi
sosial.
Sementara model pelayanan yang dikembangkan, yaitu :
1. Model pelayanan sosial bagi pegawai (the employee service model);
2.
Model
pelayanan sosial bagi majikan atau organisasi perusahaan (the employer-work
organization service model).
3.
Model pelayanan sosial
bagi konsumen (the consumer service model);
4.
Model Tanggung jawab
sosial perusahaan (the corporate social responsibility model);
5.
Model
kebijakan publik di bidang kepegawaian (work related public policy model).
Meskipun kelima
model tersebut memiliki komponen-komponen tersendiri, dalam realitanya seorang
PSI dapat berkiprah di lebih dari satu model dan menjalankan kombinasi peranan
didalamnya. Untuk lebih jelas tugas dan model pelayanan PSI dapat digambarkan
sebagai berikut :
Penutup
Kehadiran CSR telah
dapat diterima secara luas, meskipun masih ada penolakan dari sebagian pebisnis
dan akademisi. Dalam perkembangan ke depan, CSR akan mendapat ”tempat penting”
dalam suatu perusahaan. Akan semakin banyak perusahaan-perusahaan yang secara
sadar menerapkan CSR.
Munculnya CSR ini
menjadi momentum berharga bagi PSI untuk memasuki dunia industri, menunjukkan
eksistensinya dan berkiprah lebih luas di arena industri modern. PSI tidak hanya sebagai ahlinya dalam teori
dan praktik CD atau CSR, akan tetapi lebih dari itu, PSI dapat berbuat banyak
bagi keuntungan suatu perusahaan.
Tentunya pembahasan PSI ini tidak lengkap sampai di sini, ada beberapa
pertanyaan yang perlu dibahas. Bagaimana strategi pekerja sosial memasuki dunia
industri ? Apakah pekerja sosial hasil produksi perguruan tinggi kita telah
memiliki kompetensi yang dibutuhkan dunia industri ? Bagaimana sesungguhnya
profil PSI di Indonesia, karena sebagian besar peranan dan tugas-tugasnya di
perusahaan telah ditangani oleh profesi lain ?. Semoga pada edisi selanjutnya
kita dapat mendiskusikan pertanyaan-pertanyaan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Nugraha, Beni Setia, dkk (editor). 2005. Investasi Sosial. Jakarta
: Pusat Penyuluhan Sosial Departemen Sosial RI.
Suharto, Edi. 2007. Pekerjaan
Sosial di Dunia Industri : Memperkuat Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.
Bandung : Refika Aditama.
Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
BalasHapusDalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
Yang Ada :
TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
Sekedar Nonton Bola ,
Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
Website Online 24Jam/Setiap Hariny