Jumat, 23 Agustus 2013

ANDRAGOGI (Pendidikan Orang Dewasa)



Oleh : Hotibin, S.Sos. SH. MPSSp.

Pendahuluan
Istilah andragogi ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu andre yang berarti ”orang dewasa” dan agagos yang berarti ”membimbing” atau ”mendidik”. Jadi, andragogi diartikan sebagai ilmu atau seni membimbing orang dewasa belajar.
Pengertian belajar yang kita kenal selama ini sebagian besar berasal dari hasil studi yang dilakukan terhadap anak-anak. Demikian pula apa yang kita kenal mengenai mengajar, sebagian besar diperoleh dari pengalaman mengajar anak-anak.
Kehadiran andragogi ini merupkan pengembangan dari konsep paedagogi, yaitu ilmu atau seni mengajar anak-anak, dimana ketika praktik mengajar akan diterapkan terhadap orang dewasa, terpikir haruslah berbeda dengan mengajar anak-anak, sehingga para ahli mengembangkan suatu teori mengajar orang dewasa yang disebut andragogi. 
Untuk itu, berikut ini penulis paparkan beberapa hal pokok yang perlu dimengerti dan diperhatikan oleh fasilitator atau widyaiswara dalam praktik pendekatan andragogi.

Asumsi Orang Dewasa 

Knowles mengemukakan beberapa asumsi orang dewasa yang meliputi :
1. Konsep diri; di mana orang dewasa telah memiliki konsep diri yang matang dan tidak tergantung pada orang lain, hal ini berimplikasi dalam proses pendidikan.
2. Pengalaman, setiap orang dewasa memiliki pengalaman yang berbeda dengan pengalaman orang dewasa lainnya, sehingga peserta diklat orang dewasa dapat dijadikan sumber belajar dan penekanan dalam proses belajar bersifat aplikatif praktis.
3.  Kesiapan untuk belajar; orang dewasa akan belajar apabila apa yang dipelajari sesuai dengan peranan sosial yang diembannya, karena itu proses belajar hendaknya disusun berdasarkan peranan sosial.
4.  Orientasi terhadap belajar; orang dewasa mau belajar apabila dapat meningkatkan kemampuan dalam memecahkan masalah mereka. Implikasinya dalam proses belajar mengajar, fasilitator berperan sebagai pemberi bantuan kepada peserta.

Masalah Pokok dalam Pembelajaran Orang Dewasa
 
Beberapa pendapat menyatakan bahwa masalah-masalah yang dihadapi orang dewasa dalam pembelajaran, yaitu :

1. Lemahnya motivasi
Banyak orang dewasa merasa bahwa mereka sukar dilatih. Mereka kurang bisa menyesuaikan diri dengan perubahan, dan terlalu tua untuk belajar, sehingga motivasi mereka  rendah dalam mengikuti pembelajaran.

2. Sulit melupakan kebiasaan.
Orang dewasa sering mempunyai kesulitan untuk memperbaiki kesalahan yang telah menjadi kebiasaan. Mereka cenderung mengulangi terus menerus walaupun tahu bahwa mereka berbuat salah.

3. Daya ingat yang kurang baik
Orang dewasa mempunyai daya ingat yang kurang baik atau sering lupa sebagai pengaruh usianya.

4. Penolakan terhadap perubahan
Orang dewasa mempunyai kesulitan dalam menerima gagasan, konsep, metode dan prinsip baru. Seolah-olah mereka sudah yakin apa yang mereka ketahui dan alami telah baik dan benar, sehingga sering menolak sesuatu yang baru. Penolakan terhadap perubahan tersebut mengakibatkan mereka bertindak otoriter sebagai cara untuk mempertahankan diri.

 
 Selain pendapat tersebut di atas, umumnya yang sering dikeluhkan orang dewasa ketika masuk dalam kegiatan pembelajaran adalah hambatan karena faktor fisik (penglihatan, pendengaran, tenaga, dsb). Sebenarnya tanpa disadari ada juga hambatan dari faktor psikologis.  Untuk itu,  seorang fasilitator harus mengetahui dan belajar memahami kondisi psikologis warga belajarnya. Kondisi psikologis tersebut yaitu :
1. Belajar merupakan pengalaman yang berharga bagi orang dewasa. Maka orang dewasa tidak perlu diajar, tapi dimotivasi untuk memperoleh pengetahuan, kerampilan dan sikap yang baru.
2. Orang dewasa mau belajar bila ada hubungan dengan kebutuhannya.
3. Kadang belajar dirasakan sebagai proses yang menyakitkan, sebab tujuan belajar adalah perubahan perilaku. Sementara sikap, pengetahuan, norma, kebiasaan sudah melekat pada dirinya.
4. Belajar merupakan hasil dari mengalami sesuatu. Jadi tidak akan banyak hasilnya bila mereka diceramahi dan digurui untuk melakukan sesuatu.
5. Bagi orang dewasa belajar merupakan sesuatu yang khas dan bersifat individual. Jadi setiap orang mempunyai cara dan kecepatan sendiri dalam memecahkan masalah. Akan lebih baik kalau mereka mengamati dan belajar dari pengalaman orang lain.
6. Sumber belajar yang paling berharga ada di dalam diri orang dewasa itu sendiri, selanjutnya digali dan ditata kembali agar lebih efektif.
7. Belajar merupakan proses emosional dan intelektual.
8. Belajar merupakan hasil kerjasama antar manusia, maka diharapkan mau untuk saling menerima, memberi, menghargai, dan berbagi dengan orang lain.
9. Belajar juga merupakan proses evaluasi. Maka perubahan sikap tidak bisa terjadi seketika, tapi  perlu waktu dan proses.
Dari gambaran kondisi psikologis di atas, maka fasilitator dalam melakukan proses pembelajaran orang dewasa perlu menciptakan suasana belajar yang kondusif. Suasana ini diciptakan tidak hanya antar peserta tapi juga dengan tim fasilitator. Idealnya setiap orang yang berinteraksi dengan peserta (termasuk penyelenggara diklat dan panitia) hendaknya memiliki semangat saling menghargai sehingga komunikasi dan interaksi yang terjalin lebih bersifat humanis.

Prinsip-prinsip Belajar Orang Dewasa 

Ada beberapa prinsif belajar orang dewasa, yaitu sebagai berikut :
1.    Nilai manfaat. Orang dewasa akan belajar dengan baik apabila apa yang ia pelajari mempunyai nilai manfaat bagi dirinya. Apabila sesuatu yang dipelajari tidak mempunyai manfaat bagi dirinya, ia akan enggan untukbelajar.
2.    Sesuai dengan Pengalaman. Orang dewasa akan belajar dengan baik apabila apa yang dipelajarinya sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman yang ada pa dirinhya. Ini berarti apa yang disampaikan kepada mereka didasarkan pada pengalaman yang dipunyai oleh orang itu.
3.    Terkait Masalah sehari-hari. Orang dewasa akan belajar dengan baik apabila bahan yang dipelajari berpusat pada masalah yang dihadapi sehari-hari. Apabila mereka dibantu mengatasi permasalahan mereka dengan jalan memberikan pelajaran tertentu, mereka akan sangat bergairah dan mau belajar untuk itu.
4.    Praktis. Orang dewasa akan belajar dengan baik apabila apa yang dipelajari praktis dan mudah diterapkan.
5.    Sesuai dengan kebutuhan. Orang dewasa akan belajar dengan baik apabila apa yang dipelajari sesuai dengan kebutuhan mereka. Apabila kebutuhan itu dapat dipenuhi dengan belajar maka ia sangat bergairah dalam belajarnya.
6.    Menarik. Orang dewasa akan belajar dengan baik apabila apa yang dipelajari menarik baginya. Misalnya, apa yang dipelajari merupakan hal yang baru atau mudah baginya untuk dipraktekkan.
7.    Berpatisipasi aktif. Orang dewasa akan belajar dengan baik apabila ia mengambil bagian di dalam proses pembelajaran. Kegiatan yang kurang melibatkan pesertanya akan kurang menarik.
8.    Kerja sama. Orang dewasa akan belajar dengan baik apabila terdapat situasi antara fasilitator/widyaiswara dengan peserta diklat saling kerja sama dan saling menghargai. Situasi semacam ini kan menimbulkan rasa aman dalam diri peserta diklat untuk belajar.

Suasana Belajar Orang Dewasa 

Untuk mencapai efektivitas belajar mengajar orang dewasa, hendaknya fasilitator/ widyaiswara mengingat dan membangun suasana belajar orang dewasa sebagai berikut :
1.    Manusia yang aktif dan kreatif. Harus diakui bahwa setiap pribadi memiliki keunikan dan orang dewasa bukan kumpulan orang pasif yang hanya menerima gagasan seseorang, nilai-nilai, dan jawaban orang lain. Mereka adlmahluk yang aktif dan kreatif yang memerlukan kesempatan untuk mendiskusikan masalah-masalah yang dihadapinya.
2.  Suasana saling menghormati. Orang dewasa belajar lebih baik apabila pendapat pribadinya dihormati. Ia lebih senang kalau bisa turut berpikir dan mengemukakan pendapatnya, daripada fasilitator menjejalkan teori dan gagasannya sendiri kepada mereka.
3.  Suasana saling menghargai. Karena orang dewasa bersifat unik, maka lepas dari benar atau salah segala pendapatnya, perasaan, pikiran, gagasan, dan teori serta sitem nilainya perlu dihargai.
4.  Suasana saling percaya. Mereka yang belajar perlu percaya kepada yang mengajar. Namun mereka perlu pula mersa mendapat kepercayaan kepada diri sendiri. Tanpa kepercayaan, situasi belajar tidak akan mendapat hasil yang diharapkan.
5.    Suasana tidak mengancam. Peserta diklat harus mendapat rasa aman dalam situasi belajarnya. Dalam situasi belajar, ia boleh  berbeda dan boleh berbuat salah tanpa dirinya terancam.
6.    Suasana penemuan diri. Dalam proses belajar yang perlu bagi orang dewasa adalah bagaimana ia lebih banyak diberi kesempatan menemukan diri sendiri dengan bimbingan fasilitator, akan kebutuhannya memecahkan masalah dana kesalahan-kesalahannya, sehingga ia dapat menemukan segala kekuatan dan kelemahannya.
7.    Suasana keterbukaan. Seluruh warga belajar dan fasilitator perlu memiliki sikap terbuka. Terbuka untuk mengungkapkan diri dan terbuka mendengarkan orang lain.
8. Suasana membenarkan perbedaan. Dengan latar belakang pendidikan, kebudayaan dan pengalaman masa lampau, peserta diklat dapat investasi berharga justru karena perbedaannya.
9.    Suasana mengakui hak untuk berbuat salah. Suasana belajar sebenarnya adalah apabila peserta diklat mencoba prilaku baru, sikap baru, dan mencoba pengetahuan baru. Kesalahan dan kekeliruan adalah bagian yang wajar dari belajar.
10. Suasana membolehkan keraguan. Pemaksaan untuk menerima salah satu teori sebagai yang paling tepat dan benar akan dapat menghambat proses belajar. Keraguan diperkenankan untuk waktu yang cukup agar tercapai keputusan akhir yang memuaskan.
11. Evaluasi bersama dan evaluasi diri. Orang dewasa selalu ingin mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya. Oleh karena itu, evaluasi bersama untuk seluruh angggota kelompok dirasakan berharga sebagai bahan renungan.
 
Sikap Fasilitator dalam Pembelajaran Orang Dewasa 

Lunandi (1984) menyatakan bahwa sikap fasilitator mempunyai dampak yang lebih besar terhadap para peserta daripada tujuan pendidikan  atau teknik pendidikan. Dia memberikan masukan beberapa sikap yang perlu dikembangkan oleh seorang fasilitator/widyaiswara dalam membangun proses belajar pada orang dewasa adalah :
1.   Empati ; Menyatu dalam pengalaman peserta, merenungi makna pengalaman tersebut dan menekan penilaian pribadi fasilitator.
2.    Kewajaran ; Bersikap jujur, apa adanya, wajar, terus terang, konsisten, dan terbuka.
3. Respek ; Mempunyai pandangan positif terhadap peserta, menerima orang lain dengan penghargaan penuh, menghargai perasaan, pengalaman dan kemampuan peserta.
4.    Komitmen dan kehadiran ; Menghadirkan diri secara penuh, siap menyertai kelompok dalam segala keadaan.
5.  Membuka diri ; Menerima keterbukaan orang lain, tanpa menilai dari ukuran, konsep dan pengalaman pribadi fasilitator.
6.    Tidak menggurui.
7.  Tidak menjadi ahli ; Tidak terpancing untuk menjawab setiap pertanyaan peserta, seakan-akan fasilitator ahli dalam segala bidang.
8.    Tidak berdebat. Coba untuk mengalihkan untuk menjadi diskusi umum
9.    Tidak diskriminatif ; Karena peserta orang dewasa sifatnya heterogen, fasilitator hendaknya memberikan perhatian pada semua peserta.

Kesimpulan
Andragogi adalah ilmu atau seni membimbing orang dewasa belajar. Pembelajaran bagi orang dewasa tentunya sangat berbeda dengan pembelajaran terhadap anak-anak (paedagogi). Oleh karena itu, untuk keberhasilan pendekatan andragogi ini, seorang fasilitator/ widyaiswara harus memahami berbagai hal yang mengenai asumsi, masalah-masalah, prinsip-prinsip, dan suasana belajar orang dewasa, serta sikap yang perlu dikembangkan oleh seorang fasilitator.
Seluruh uraian tentang pendekatan andragogi tersebut, bisa dilakukan oleh setiap fasilitator, hanya saja diperlukan keinginan untuk membuka diri, mau mencoba, dan terus berlatih.

Sumber :

Abdulhak, Ishak. (2000). Strategi Membangun Motivasi Pembelajaran Orang Dewasa. Bandung : CV Andira.
Basleman, Anisah. (2005). Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta : Lembaga Administrasi Negara – Republik Indonesia.
Lunandi, A.G. (1984). Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta  : PT. Gramedia.