Oleh : Hotibin, S.Sos, SH. MPSSp.
A. PENDAHULUAN
KONFLIK. Sebuah
kata yang selalu pantas untuk dibicarakan. Terlebih dalam kondisi saat ini,
dimana persaingan semakin tajam, tuntutan kebutuhan semakin tinggi, sementara sumber/kesempatan-kesempatan
kian terbatas, ditambah gaya hidup yang cenderung materialistis, individualis,
dan hedonisme, mudah menyulut berkobarnya konflik dimana-mana. Kita saksikan
begitu maraknya konflik dalam masyarakat, seperti konflik antar suku, antar
daerah, antar agama, antar kampung, antar pendukung parpol, dsb. Lalu bagaimana
dengan konflik dalam organisasi ?. Rasanya tidak jauh dengan kondisi yang ada di masyarakat seandainya bisa
diekspos ke permukaan. Bahkan pada sebagian organisasi, konflik menjadi ”Pekerjaan
Tambahan” dari pekerjaan pokok yang ada dalam organisasi.
Menurut Hammer dan
Hogan, konflik adalah segala macam bentuk pertikaian yang terjadi dalam
organisasi, baik antar individu, antara individu dengan kelompok maupun antar
kelompok yang bersifat antagonis.
Dalam suatu
organisasi (perusahaan/instansi) berbagai konflik bisa muncul. Konflik yang
tampak menonjol misalnya konflik antar departemen/devisi/ bidang/bagian atau
antar seksi. Dimana satu kelompok merasa lebih penting, lebih berkuasa, atau lebih
”basah” dari kelompok lainnya. Selain itu, akibat gesekan-gesekan pribadi dari pekerjaan,
prilaku, atau perebutan posisi menimbulkan konflik antar individu, baik
horizontal (posisi sederajat) maupun vertikal (atasan – bawahan).
Lalu apa yang
harus kita lakukan dalam menghadapi konflik ? Jawaban singkatnya adalah PHDS
- Pahami konflik; Hindari sumber-sumber konflik; Deteksi adanya
konflik, dan Selesaikan konflik yang muncul sedini mungkin. Uraian
berikut ini mengacu pada keempat langkah tersebut.
B. PANDANGAN
TERHADAP KONFLIK
Sejauh ini konflik
dipandang mempunyai dampak positif dan dampak negatif terhadap hasil kerja
organisasi. Berdasarkan akibat konflik terhadap organisasi, Gibson (1990) membagi
konflik ke dalam konflik yang bermanfaat (fungsional) dan konflik yang
mengganggu (disfungsional). Konflik fungsional menggambarkan konfrontasi antar
kelompok yang mempertinggi dan menguntungkan hasil kerja organisasi. Sedangkan
konflik disfungsional adalah setiap konfrontasi atau interaksi apa pun juga
yang timbul di antara kelompok-kelompok yang merintangi pencapaian tujuan
organisasi.
Sebuah penelitian
menunjukkan bahwa hasil kerja meningkat ketika ada konflik dalam kelompok,
daripada tidak ada konflik sama sekali atau konflik itu kecil. Ini adalah bukti
yang mendukung pandangan bahwa konflik yang disfungsional (mengganggu) harus
disingkirkan dan konflik yang fungsional (bermanfaat) harus dirangsang, tetapi
apa yang sebenarnya terjadi pada sebagian besar organisasi ? Dalam praktiknya
kebanyakan para pemimpin berusaha menghilangkan semua jenis konflik, baik yang
bersifat disfungsional maupun yang
bersifat fungsional.
Semua jenis
konflik pada akhirnya akan membawa kekacauan, mengganggu dan merintangi
pencapaian tujuan organisasi. Di sisi lain, konflik merupakan indikator bahwa
ada sesuatu yang tidak beres dengan organisasi dan prinsip-prinsip manjemen
yang sehat tidak berhasil diterapkan dalam mengarahkan organisasi.
C. GAYA TANGGAPAN
Tidak setiap orang merespon konflik dengan cara yang
sama, tergantung kepada bentuk konflik, situasi dan kapasitas individu yang
bersangkutan. Respon tersebut bisa berupa konfrontasi agresif, melakukan
manufer negatif, penundaan terus
menerus, atau bertempur secara pasif.
Robert B. Muddux mengklasifikasikan 5 gaya tanggapan menghadapi konflik. Berikut ini penulis paparkan gaya tersebut berikut ciri prilaku dan alasan penyesuaiannya, yaitu :
Robert B. Muddux mengklasifikasikan 5 gaya tanggapan menghadapi konflik. Berikut ini penulis paparkan gaya tersebut berikut ciri prilaku dan alasan penyesuaiannya, yaitu :
1. Gaya Menghindar
Ciri Prilaku : Tidak mau berkonfrontasi. Mengabaikan atau melewatkan pokok permasalahan. Menyangkal bahwa hal tersebut merupakan masalah. Alasan Penyesuaian : Perbedaan yang ada terlalu kecil atau terlalu besar untuk diselesaikan. Usaha penyelesaian mungkin mengakibatkan rusaknya hubungan atau menciptakan masalah yang lebih kompleks.
Ciri Prilaku : Tidak mau berkonfrontasi. Mengabaikan atau melewatkan pokok permasalahan. Menyangkal bahwa hal tersebut merupakan masalah. Alasan Penyesuaian : Perbedaan yang ada terlalu kecil atau terlalu besar untuk diselesaikan. Usaha penyelesaian mungkin mengakibatkan rusaknya hubungan atau menciptakan masalah yang lebih kompleks.
2. Gaya Mengakomodasi
Ciri Prilaku : Bersikap menyetujui, tidak agresif dan kooperatif, bahkan dengan mengorbankan keinginan pribadi. Alasan Penyesuaian : Tidak sepadan jika mengambil resiko yang akan merusak hubungan dan menimbulkan ketidakselarasan secara keseluruhan.
Ciri Prilaku : Bersikap menyetujui, tidak agresif dan kooperatif, bahkan dengan mengorbankan keinginan pribadi. Alasan Penyesuaian : Tidak sepadan jika mengambil resiko yang akan merusak hubungan dan menimbulkan ketidakselarasan secara keseluruhan.
3. Gaya Menang atau Kalah
Ciri Prilaku : Konfrontasi, menuntut dan agresif. Harus menang dengan cara apapun. Alasan Penyesuaian : Yang kuat menang. Harus membuktikan superioritas. Paling benar secara etis dan profesi.
Ciri Prilaku : Konfrontasi, menuntut dan agresif. Harus menang dengan cara apapun. Alasan Penyesuaian : Yang kuat menang. Harus membuktikan superioritas. Paling benar secara etis dan profesi.
4. Gaya Kompromi
Ciri Prilaku : Mementingkan pencapaian sasaran utama semua pihak serta memelihara hubungan baik. Agresif dan kooperatif. Alasan Penyesuaian : Tidak ada ide perorangan yang sempurna. Seharusnya ada lebih satu cara yang baik dalam melakukan sesuatu. Anda harus berkorban untuk dapat menerima.
Ciri Prilaku : Mementingkan pencapaian sasaran utama semua pihak serta memelihara hubungan baik. Agresif dan kooperatif. Alasan Penyesuaian : Tidak ada ide perorangan yang sempurna. Seharusnya ada lebih satu cara yang baik dalam melakukan sesuatu. Anda harus berkorban untuk dapat menerima.
5. Gaya Penyelesai Masalah
(Kolaborasi win-win)
Ciri Prilaku : Kebutuhan kedua belah pihak adalah sah dan penting. Penghargaan yang tinggi terhadap sikap saling mendukung, tegas dan kooperatif. Alasan Penyesuaian : Ketika pihak-pihak yang terlibat mau membicarakan secara terbuka pokok permasalahan, solusi yang saling menguntungkan dapat ditemukan tanpa salah satu pihak yang dirugikan.
Ciri Prilaku : Kebutuhan kedua belah pihak adalah sah dan penting. Penghargaan yang tinggi terhadap sikap saling mendukung, tegas dan kooperatif. Alasan Penyesuaian : Ketika pihak-pihak yang terlibat mau membicarakan secara terbuka pokok permasalahan, solusi yang saling menguntungkan dapat ditemukan tanpa salah satu pihak yang dirugikan.
D. AKIBAT KONFLIK
■
Sisi
Negatif
Akibat suatu
konflik bisa mengganggu dan secara negatif berpengaruh terhadap individu,
kelompok maupun organisasi. Konflik tidak bisa dibiarkan begitu saja, karena
apabila tidak diselesaikan maka akibat yang mungkin terjadi, antara lain :
1. Suasana kerja menjadi tidak nyaman.
2. Sikap apatis, demotivasi, stress dan frustasi bagi pihak
yang berkonflik.
3. Semakin mempertajam dan memperluas konflik, karena para
pihak biasanya saling mendeskriditkan satu sama lain dan mencari dukungan/membangun
kekuatan.
4. Menimbulkan konflik baru.
5. Terjadi aksi fisik, seperti perkelahian, penyerangan atau
perusakkan.
6. Kerjasama terganggu dan melemah.
7. Mengganggu pencapaian hasil kerja dan tujuan organisasi.
Perlu
diperhatikan bahwa walau bagaimanapun juga keberadaan konflik bisa menjadi berbahaya
ketika ada faktor-faktor yang mendorongnya. Beberapa kondisi yang bisa menjadi
pemicu merebaknya konflik apabila :
- Tindakan bermusuhan : Anggota memasuki permainan menang kalah. Mereka lebih senang meraih kemenangan pribadi daripada memecahkan masalah.
- Memegang posisinya dengan kuat : Anggota tidak melihat perlunya mencapai tujuan yang menguntungkan, mereka memegang teguh posisinya, mempersempit komunikasi dan membatasi keterlibatannya satu sama lain.
- Keterlibatan emosional : Anggota mempertahankan posisinya secara emosional.
■ Sisi
Positif :
Sekalipun konflik lebih
berkonotasi negatif, namun sebenarnya masih ada sisi positif yang bisa dipetik dari
sebuah konflik, antara lain :
1. membuat dinamika suatu kelompok lebih menarik.
2. dapat menyadarkan dan menolong seseorang untuk merubah
suatu prilaku menjadi lebih baik.
3. konflik yang disebabkan oleh perbedaan pendapat dapat
membimbing ke arah pengambilan keputusan yang lebih matang dan berkualitas.
4. dapat meningkatkan pemahaman terhadap diri kita melalui
suatu umpan balik dari interaksi yang terjadi.
5. dapat melatih kita untuk asertif.
Menurut penulis sisi
positif konflik ini tidak bisa dijadikan alasan untuk menciptakan konflik dengan
sengaja, seperti yang dilakukan oleh sebagian orang. Tetapi sisi positif ini menjadi cara pandang ketika
konflik telah muncul.
Ada ungkapan
bahwa, ”Hal pertama yang perlu kita lakukan dalam menghadapi masalah,
bukanlah memikirkan bagaimana memecahkan masalah, tetapi bagaimana menyikapi
masalah”. Arti ”menyikapi” dalam konteks ini adalah apakah
sikap kita tenang, tegang, emosi, berpikir positif ataukah negatif ketika
menghadapi masalah ?. Dengan demikian, sisi positif dari konflik ini bisa
dijadikan dasar pandangan kita untuk berpikir positif dan bersikap tenang
sebelum memecahkan konflik.
E. ISYARAT DAN SUMBER
KONFLIK
■
Deteksi
Isyarat Konflik
Pemimpin organisasi pada level manapun perlu memiliki kepekaan terhadap
munculnya konflik. Beberapa isyarat adanya konflik, antara lain :
1. Anggota memberikan komentar dan saran dengan penuh emosi.
2. Anggota menyerang gagasan orang lain sebelum gagasan
tersebut diselesaikan.
3. Anggota saling menuduh bahwa mereka tidak memahami
masalah yang sebenarnya. Anggota selalu beroposisi dan menolak untuk kompromi.
4. Anggota saling menyerang secara langsung pada pribadinya.
Para pemimpin seharusnya melakukan deteksi dini terhadap gejala-gejala
konflik, sebelum konflik itu meletus hebat. Melalui deteksi dini ini bisa
diambil langkah-langkah segera untuk menyelesaikannya.
■ Hindari Sumber Konflik :
Dalam sebuah
organisasi terdapat individu-individu yang memiliki latar belakang
berbeda-beda, baik adat istiadat, jenis kelamin, pendidikan, kemampuan,
pengalaman, dan sebagainya. Adalah konsekuensi logis jika terjadi konflik
diantara individu-individu tersebut. Perbedaan-perbedaan tersebut merupakan potensi
bagi munculnya konflik.
Bolton menunjukkan
secara khusus sumber-sumber munculnya konflik. Sumber-sumber konflik tersebut,
antara lain :
1. Menghalangi
pencapaian sasaran perorangan.
2. Kehilangan
status.
3. Kehilangan
otonomi atau kekuasaan.
4. Kehilangan
sumber-sumber.
5. Merasa
diperlakukan tidak adil.
6. Mengancam
nilai dan norma.
7. Perbedaan persepsi dan lain sebagainya.
Tentunya selain
pendapat Bolton di atas, masih ada sumber-sumber konflik lainnya. Dalam hal
ini, para pemimpin dituntut mampu mengidentifikasi
sumber-sumber konflik yang ada di dalam organisasinya dan berupaya untuk menghindarinya.
F. PENYELESAIAN KONFLIK
Para
manajer/pemimpin memandang konflik secara negatif, karena itu berusaha untuk
menghapuskan semua jenis konflik. Konflik dianggap mengganggu organisasi dan
menghalangi pencapaian tujuan organisasi yang optimal.
Richart Y Chang
menyatakan beberapa langkah untuk menyelesaikan konflik, yaitu :
1. Mengakui
adanya konflik.
2. Mengidentifikasi
konflik yang sebenarnya.
3. Mendengar semua pendapat dari semua sudut pandang.
4. Bersama-sama mengkaji cara untuk menyelesaikan.
5. Dapatkan kesepakatan dan tanggung jawab untuk menemukan
solusi.
6. Jadwalkan sesi tindak lanjut untuk mengkaji solusi.
Sementara
Gibson (1990) mengemukakan beberapa teknik/metode dalam menyelesaikan konflik
antar kelompok, ketika konflik itu telah mencapai tingkat yang mengganggu
organisasi, yaitu :
Pemecahan Masalah
(Problem Solving)
Pemecahan masalah disebut juga metode konfrontasi, karena berusaha mengurangi konflik melalui pertemuan tatap muka dari kelompok-kelompok yang bertentangan. Kelompok yang saling bertentangan memperdebatkan masalahnya dengan mengumpulkan informasi yang relevan sampai tercapai suatu keputusan.
Pemecahan masalah disebut juga metode konfrontasi, karena berusaha mengurangi konflik melalui pertemuan tatap muka dari kelompok-kelompok yang bertentangan. Kelompok yang saling bertentangan memperdebatkan masalahnya dengan mengumpulkan informasi yang relevan sampai tercapai suatu keputusan.
Tujuan Tingkat
Tinggi (Superordinate Goals)
Tujuan tingkat tinggi meliputi pengembangan serangkaian tujuan dan sasaran umum. Kelompok-kelompok yang berkonflik diajak untuk bekerjasama mencapai tujuan dan sasaran yang lebih tinggi. Tujuan tingkat tinggi tidak dapat dicapai oleh satu kelompok sendirian sehingga setiap kelompok yang terlibat konflik akan menggantikan semua tujuannya.
Tujuan tingkat tinggi meliputi pengembangan serangkaian tujuan dan sasaran umum. Kelompok-kelompok yang berkonflik diajak untuk bekerjasama mencapai tujuan dan sasaran yang lebih tinggi. Tujuan tingkat tinggi tidak dapat dicapai oleh satu kelompok sendirian sehingga setiap kelompok yang terlibat konflik akan menggantikan semua tujuannya.
Perluasan Sumber (Expansion of Resources)
Keterbatasan sumber
menjadi salah satu sebab konflik. Apa saja yang diperoleh kelompok satu merupakan
pengorbanan dari kelompok yang lain. Sumber yang langka bisa berupa posisi
khusus, uang, ruangan, dan sebagainya. Teknik ini diterapkan dengan memperluas
sumber-sumber tersebut, sehingga setiap orang atau kelompok merasa terpenuhi.
Menghindari
Konflik (Avoidance)
Cara ini tentunya menjadi
alternatif termudah, namun tidak menghasilkan manfaat dalam jangka panjang.
Akibatnya, konflik itu tidak dipecahkan secara efektif atau tidak dapat
disingkirkan.
Melicinkan Konflik
(Smoothing)
Cara ini menekankan
pada kepentingan umum dari kelompok-kelompok yang bertentangan dan
menghilangkan perbedaaan di antara mereka. Alasannya bahwa dengan menekankan
kesamaan pandangan mengenai beberapa masalah tertentu, maka akan mudah mengarahkan
kepada tujuan bersama.
Kompromi
(Compromise)
Dalam metode ini tidak ada kelompok yang menang atau kalah secara menonjol, karena keputusan yang dicapai mungkin tidak ideal bagi setiap kelompok. Kompromi dapat digunakan sangat efektif apabila pencarian tujuan (misalnya uang) dapat dibagi-bagi. Jika hal ini tidak mungkin, maka satu kelompok harus berkorban.
Dalam metode ini tidak ada kelompok yang menang atau kalah secara menonjol, karena keputusan yang dicapai mungkin tidak ideal bagi setiap kelompok. Kompromi dapat digunakan sangat efektif apabila pencarian tujuan (misalnya uang) dapat dibagi-bagi. Jika hal ini tidak mungkin, maka satu kelompok harus berkorban.
Perintah dari Yang Berwenang (Authoritative
Command)
Penggunaan wewenang formal merupakan metode
tertua dan paling sering digunakan untuk memecahkan konflik antar kelompok.
Bawahan biasanya mentaati keputusan atasannya, apakah mereka menyetujui atau tidak.
Metode ini berhasil untuk jangka pendek, tetapi seperti halnya dengan metode
menghindari konflik, melicinkan konflik, dan kompromi, metode ini tidak
memusatkan perhatian kepada sebab konflik, namun hanya pada akibatnya.
Merubah Variabel Manusiawi (Altering the
Human variabble)
Metode ini dengan merubah prilaku para
anggota kelompok yang terlibat. Walupun hal ini cukup sulit, agak lambat dan
sering kali mahal, namun akibatnya sangat berarti dalam jangka panjang, karena
metode ini memusatkan perhatian pada sebab konflik.
Merubah Variabel Struktural (Altering the
Structural variables)
Metode ini adalah dengan
merubah struktur formal organisasi. Metode ini bisa berupa tindakan memindahkan,
mengganti, merotasi/memutasi anggota kelompok, atau menciptakan posisi tertentu
untuk bekerja.
Mengidentifikasi Musuh Bersama (Identifying
a Common Enemy)
Kelompok-kelompok yang berkonflik dibawa
untuk mengidentifikasi dan melawan musuh bersama, sehingga untuk sementara
memecahkan perbedaan mereka, misalnya mengidentifikasi dan melawan pesaing yang
lebih hebat.
Demikian
beberapa metode yang bisa digunakan dalam menyelesaikan konflik. Namun perlu
diperhatikan bahwa setiap metode mempunyai kekuatan dan kelemahannya sendiri
dalam situasi dan kondisi yang berbeda-beda. Berpulang kepada kemampuan
pemimpin untuk membaca situasi dan kondisi, memilih serta mengembangkan
keterampilan menerapkan metode tersebut.
G. KESIMPULAN
Konflik merupakan masalah yang sering
terjadi dan sulit dielakkan dalam suatu organisasi, baik antar individu,
individu dengan kelompok, maupun antar kelompok. Bagaimanapun jenis konflik,
baik yang mengganggu (disfungsional) maupun yang bermanfaat (fungsional) harus
dihilangkan, karena pada akhirnya akan membawa kekacauan dan merintangi
pencapaian tujuan organisasi.
Persoalannya sekarang bukan terletak pada
konflik itu sendiri, tetapi kepada cara kita untuk memahami konflik,
menghindari sumber-sumber konflik; mendeteksi konflik dan menyelesaikan konflik
yang muncul sedini mungkin dengan cara yang terbaik.
Daftar Pustaka :
James L. Gibson,
etc., Organisasi dan Manajemen : Prilaku, struktur dan Proses.
Erlangga, Jakarta, 1990.
Juni Pranoto,
M.Pd. Dr. dan Wahyu Suprapti, MM., Dra, Membangun Kerjasama Tim
(Team Building), LAN RI, 2003.
makasih artikelnya bermanfaat sekali
BalasHapusContoh melicinkan konflik smoothing
BalasHapusContoh melicinkan konflik smoothing
BalasHapusYuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
BalasHapusDalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
Yang Ada :
TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
Sekedar Nonton Bola ,
Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
Website Online 24Jam/Setiap Hariny